1. Mafhum As Sifat
Penunjukkan suatu lafal yang terkait dengan suatu sifat terhadap kebalikan hukumnya ketika tiada sifat yang didapati. Misalnya, firman Allah QS. An-Nisa’ : 25 yang berbunyi :
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ
Artinya: Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki.... (QS.An Nisa’:25)
Kebolehan mengawini budak yang disebutkan oleh lafadz ayat di atas ialah budak yang beriman. Jadi, beriman adalah sifat yang diberikan kepada budak yang boleh dikawini, oleh karena itu mafhum sifatnya ialah, haram mengawini budak yang tidak beriman.
2. Mafhum Sifat
Allah berfirman dalam QS.An Nisa’ ayat 92, yang berbunyi:
وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ....
Artinya :....dan barang siapa membunuh mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman....(QS.An Nisa’:92)
Kewajiban memerdekakan hamba sahaya bagi yang membunuh orang mukmin karena kekeliruan (tidak sengaja) adalah hamba sahaya yang beriman. Jadi beriman adalah sifat yang diberikan kepada hamba sahaya yang harus dimerdekakan. Oleh karena itu mafhum sifatnya yaitu orang yang membunuh orang mukmin karena kekeliruan (tidak sengaja) belum memenuhi kewajiban jika memerdekakan hamba sahaya yang tidak beriman.
3. Mafhum Syarat
Mafhum syarat ialah petunjuk yang memfaedahkan adanya hukum yang dihubungkan dengan syarat supaya dapat berlakunya hukum yang sebaliknya (yang berlawanan) pada sesuatu yang tidak memenuhi syarat yang disebutkan oleh lafadz itu, sebagai contoh firman Allah QS.At Thalaq ayat 6, yang berbunyi:
وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ
Artinya: Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin(QS.At Thalaq:6)
Hukum yang disebut olwh lafadz ayat di atas yakni wajib memberi nafkah istri yang ditalak dalam keadaan hamil sampai dengan melahirkan. Jadi kehamilan seorang istri yang dithalaq menjadi syarat bagi adanya kewajiban bekas suami memberi nafkah kepadanya. Oleh karena itu mafhum syaratnya ialah, tidak wajib bagi bekas suami memberi nafkah kepada istri yang di talak tidak dalam keadaan hamil.
4. Mafhum Syarat
Allah berfirman dalam QS.An Nisa’ ayat 4, yang berbunyi:
فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا
Artinya :....Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senag hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.... (QS.An Nisa’:4)
Hukum yang disebutkan oleh lafadz ayat di atas adalah boleh makan mas kawin yang diserahkan kembali oleh istri dengan senang hati. Jadi penyerahannya kembali mas kawin oleh istri dengan senang hati itu merupakan syarat bagi kebolehan suami makan (mengambil) mas kawin yang telah diberikannya. Oleh karena itu mafhum syaratnya yaitu suami tidak boleh makan (mengambil) mas kawin apabila tidak diserahkan kembali oleh istrinya dengan senang hati.
5. Mafhum Ghayah
Ialah petunjuk lafadz yang memfaedahkan sesuatu hukum sampai dengan batas yang telah ditentukan, apabila telah melewati batas yang ditentukan itu maka berlaku hukum sebaliknya, seperti firman Allah dalam QS.Al Baqarah ayat 230 yang berbunyi:
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ
Artinya : kemudian jika suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua) maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga ia kawin lagi dengan suami yang lain.(QS.Al Baqarah:230)
Hukum yang disebutkan oleh ayat diatas yaitu, bahwa keharaman bekas suami mengawini bekas istrinya yang telah dithalaq tiga dibatasi sampai denganbekas istri itu kawin lagi dengan laki-laki lain kemudian diceraikan pula. Dengan demikian mafhum qhayahnya yaitu boleh lagi bekas suami menikahi bekas istri yang telah nikah dengan laki-laki lain kemudian telah diceraikan dan telah habis pula masa iddahnya.
6. Mafhum Ghayah
Allah berfirman dalam QS.Al Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
وَكُلُوا۟ وَاشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
Artinya : ... dan makan dan minumlah hingga jelas bagian benang putih dari benang hitam, yaitu waktu fajar.(QS.Al Baqarah:187 )
Hukum yang disebutkan oleh lafadz ayat di atas ialah bahwa kebolehan makan dan minum di waktu malam bulan ramadhan dibatasi sampai dengan datangnya waktu fajar. Oleh karena itu mafhum ghayahya yaitu haram (tidak boleh) makan dan minum setelah melampaui waktu malam yaitu di kala telah datang waktu fajar.
7. Mafhum ‘Adad
Ialah petunjuk yang memfaedahkan suatu pengertian dinyatakan oleh hukum yang dengan bilangan tertentu dan akan berlaku hukum sebaliknya (yang berlawanan) pada bilangan tertentu yang berbeda dengan bilangan yang disebutkan oleh lafadz itu , seperti dalam contoh QS.An Nur ayat 2 yang berbunyi:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِى فَاجْلِدُوا۟ كُلَّ وٰحِدٍ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍ
Artinya : perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kal....(QS.An Nur: 2)
Hukuman dera yang dikenakan kepada orang yang berbuat zina (ghoiri muhson) baik laki-laki maupun perempuan yang disebutkan oleh lafadz di atas yaitu seratus kali. Dengan demikian, maka mafhum ‘adadnya ialah tidak memadai mendera orang yang berbuat zina (ghoiru muhsan) selain seratus kali, yakni kurang seratus kali dan juga tidak boleh lebih dari itu.
8. Mafhum Ghayah
Firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 4.
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera.
Mafhumnya yaitu hukuman bagi orang yang menuduh wanita baik-baik melakukan zina, sementara ia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi adalah dipukul sebanyak 80 kali dera dan tidak boleh menambah ataupun mengurangi hukuman.
9. Mafhum Mukhalafah
Pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti dalam firman Allah SWT surat Al-Jumuah ayat 9.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Mafhumnya yaitu boleh jual beli dihari Jumat sebelum adzan dikumandangkan dan setelah mengerjakan shalat.
10. QS.AN-NISA’ ayat 23
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنّ
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri.
Mafhum perkataan فِي حُجُورِكُمْ yang berarti yang dalam pemeliharaanmu, tidak boleh di pahamkan bahwa yang tidak ada dalam pemeliharaanmu boleh dinikahi. Perkatan tersebut sebab memang biasanya anak tiri dipelihara ayah tiri karena mengikuti ibunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar